LAPORAN PRAKTIKUM
ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA

“ KONSENTRASI SEL DARAH MERAH“
Di susun Oleh:
Adlina Arsi Nahraeni
Cici Novita
Darojatul hasanah
Maria Ulfah
Rahayu Masnilam
Kelas : 2 A
Kel/gel : 2 / 2
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
JAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Darah manusia adalah cairan jaringan
tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel
di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi,
mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun
sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Komponen penyusun darah ada 2
yaitu bagian yaitu :
a. Plasma darah, mempunyai fungsi pengangkut gas dan
sari makanan disamping itu plasma darah juga mengandung fibrinogen yang
berfungsi dalam pembekuan darah.
b. Sel darah, adalah merupakan 45 % volume darah. Sel
darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan
keping darah (trombosit).
Plasma darah merupakan bagian yang
cair dari darah yang mempunyai atau terdiri dari air ( 91-92%), protein 8-9%,
substansi lain selain protein seperti garam amonium urea, asam urat kreatinin,
kreatin, asam amino, santin, dan hiposantin. Darah beredar dalam pembuluh darah
arteri,vena,dan kapiler.
Sel darah merah merupakan sel yang
paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai
hampir separuh dari volume darah.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.
Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.
Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
1.2. Tujuan
·
Untuk mengetahui bentuk sel darah dan konsentrasi sel
darah merah pada manusia
·
Untuk mengetahui bentuk sel darah dan konsentrasi sel
darah merah pada katak, dan
·
Untuk mengetahui bentuk sel darah dan konsentrasi sel
darah merah pada ikan.
BAB II
TEORI
2.1. Bentuk Sel
Darah
a) Sel darah merah manusia
Sebuah eritrosit manusia berbentuk
cakram bikonkaf, bagian tengahnya lebih tipis dibandingkan dengan bagian tepi.
Eritrosit mamalia tidak mengandung inti ( nukleus ), suatu karakteristik yang
tidak umum pada sel hidup. Semua sel darah merah tidak mempunyai mitondria dan
menghasilkan ATP-nya secara ekslusif melalui metabolisme anaerobik.
Fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen, dan
sangat akan tidak efisien jika metabolisme eritrosit sendiri bersifat aerobik
dam mengkonsumsi sebagian oksigen yang mereka bawa. Ukuran eritrosit yang kecil
(berdiameter sekitar 12 µm) juga sesuai dengan fungsinya supaya dapat diangkut,
oksigen harus berdifusi melewati membran plasma sel darah merah. Semakin kecil
sel darah merah semakin besar pula total luas permukaan membran plasma dalam
suatu volume darah. Bentuk bikonkaf sel darah merah juga menambah luas
permukaannya. Bentuk bikonkaf ini berfungsi mempercepat pertukaran gas-gas
antara sel-sel dan plasma darah. Sel darah merah terutama dibentuk dalam sumsum
tulang rusuk, tulang dada,
dan tulang belakang.
Meskipun sel darah merah berukuran
sangat kecil, sel ini mengandung sekitar 250 juta molekul hemoglobin, sejenis
protein pengikat dan pembawa oksigen yang mengandung besi. Hemoglobin ini jugan
berikatan dengan molekul gas nitrat oksida (NO) selain dengan O2. ketika sel
darah merah lewat melalui hamparan kapiler paru-paru, insang, atau organ
respirasi lainnya, oksigen akan berdifusi kedalam eritrosit dan hemoglobin akan
berikata dengan O2 dan NO. hemoglobin akan membongkar muatannya dalam kapiler
sirkuit sistemik. Disana oksigen akan berdifusi ke dalam sel-sel tubuh. NO akan
merelaksasikan dinding kapiler, sehingga dapat mengembang. Hal tersebut mungkin
berperan dalam membantu mengirimkan
O2
ke sel.
b) Sel darah katak
Sel darah pada katak mempunyai bentuk eritrosit yang lonjong dengan inti di
tengahnya, konsentrasi sel darah lebih encer dan termasuk poikiloterm.
2.2. Konsentrasi Sel Darah
Sel-sel darah aka membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan
hipotonis dan akan mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis.
Sedangkan dalam larutan isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan
apapun.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1.
Bentuk
Sel darah
a) Sel darah merah manusia
Merupakan sel yang paling
banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir
separuh dari volume darah.
Sel darah merah mengandung
hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru
dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.
Oksigen dipakai untuk
membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang
akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
Sel darah merah pada manusia ukuranye lebih kecil,
lebih bulat dan tidak memiliki inti sel, konsentrasi lebih pekat dan termasuk
homoiterm.
Eritrosit pada mamalia tidak mempunyai inti dan pada
manusia berbentuk cakram dengan garis tengah dengan bentuk bikonkaf menyebabkan
eritrosit memiliki permukaan yang luas sehingga mempermudah pertukaran gas.
Fungsi utama eritrosit adalah membawa oksigen, dan sangat akan tidak
efisien jika metabolisme eritrosit sendiri bersifat aerobik dam mengkonsumsi
sebagian oksigen yang mereka bawa. Ukuran eritrosit yang kecil (berdiameter
sekitar 12 µm) juga sesuai dengan fungsinya supaya dapat diangkut, oksigen
harus berdifusi melewati membran plasma sel darah merah. Semakin kecil sel
darah merah semakin besar pula total luas permukaan membran plasma dalam suatu
volume darah.
Sel darah
katak & ikan
Sel darah pada katak mempunyai bentuk eritrosit yang
lonjong dengan inti di tengahnya, konsentrasi sel darah lebih encer dan
termasuk poikiloterm.
Pada katak
peredaran darahnya cukup unik. Karena katak mempunyai 3 ruang jantung, yaitu:
atrium kiri, atrium kanan, dan ventrikel. Darah vena dari seluruh tubuh
mengalir masuk ke sinus venosus dan kemudian mengalir menuju ke atrium kanan.
Dari atrium kanan darh darah mengalir ke ventrikel yang kemudian di pompa
keluar melalui arteri pulmonalis → raru-paru → vena pulmonalis → atrium kiri.
Lintasan peredaran darah ini disebut juga peredaran darah paru-paru. Selain
peredaran darah paru-paru, katak juga mempunyai sistem peredaran darah sistemik
yang peredarannya adalah dimulai dari ventrikel → conus arteriosus → aorta
ventralis seluruh tubuh → sinus venosus → atrium kanan.
Pada ikan
ruang jantung terdiri dari 2 ruang yaitu, satu atrium dan ventrikel. Antara
atrium dan ventrikel terdapat katup yang berfungsi mengalirkan darah ke satu
arah. Darah dari seluruh tubuh mengalir dari sinus venosus dan kemudian masuk
ke atrium. Dari atrium darah mengalir ke ventrikel → conus arteriosus → aorta
ventralis → insang → ke seluruh tubuh → vena cava → sinus venosus.
4.2. Konsentrasi Sel Darah
Sel-sel darah akan membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan
hipotonis dan akan mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis.
Sedangkan dalam larutan isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan
apapun.
Pada larutan isotonis NaCl 0,9%,
darah akan tetap stabil dan bentuk yang sama seperti biasa karna larutan
isotonis mempunyai komposisi yang sama dengan cairan tubuh.
Pada larutan hipotonis 0,65%, sel
darah akan membengkak, yang di sebabkan oleh turunnya tekanan osmotik plasma
darah yang menyebabkan pecahnya dinding eritrosit, hal ini mnyebabkan amsuknya
air secara osmosis melalui dinding yang semipermiabel sehingga sel darah
membengkak.
Pada larutan hipertonis 0,85%, sel darah akan
mengkerut. Kerutan yang terjadi pada darah ini dikarenakan NaCl dengan
konsentrasi 1, 2 tergolong pekat. Tergolong pekat jika dibanding dengan cairan
isi sel darah merah, sehingga menyebabkan air yang ada didalam sel darah merah
akan banyak keluar dan akibatnya sel darah merah akan mengkerut. Pada
konsentrasi 1 % sel darah katak (eritrositnya) memang benar-benar sudah
mengkerut dan sudah nampak agak mengecil, demiian juga halnya dengan eritrosit
ikan. Pada manusia darah pada dengan diberi larutan NaCl dalam konsntrasi ini
juga mengalami pengkerutan atau krenasi. Pada konsentrasi 0, 9% sel darah merah
pada objek yang diamati secara umum normal, bentuknya bikonkaf.
Pada vertebrata eritrositnya ada yang
berinti dan berbentuk ellipsoid. Darah manusia dan darah hewan lain terdiri
atas suatu komponen cair, yaitu plasma, dan berbagai bentuk unsur yang dibawa
dalam plasma, antara lain sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit) dan keping-keping darah.
Plasma terdiri atas 90% air, 7 sampai 8%
protein yang dapat larut, 1% elektrolit dan sisanya 1-2% berbagai zat makanan
dan mineral yang lain Darah dapat mengalami lisis yang merupakan istilah umum
untuk untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat masuknya sel
kedalam air. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa
pecahnya eritrosit akibat masuknya air kedalam eritrosit sehingga hemoglobin
keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya.
Membrane eritrosit bersifat permeable
selektif yang berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi
tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Berdasarkan penelitian isi sel eritrosit
hewn homoitherm isotonis terhadap larutan 0,9% NaCl, oleh karena itu hemolisis
akan terjadi apabila eritrosit hewan Homoitherm dimasukkan kedalam larutan NaCl
dengan konsentrasi dibawah 0,9%. Namun, perlu diketahui bahwa membrane
eritrosit memiliki toleransi osmotic, artinya sampai batas konsentrasi medium
tertentu sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi
larutan tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan
bahwa toleransi osmotis membrane eritrosit berbeda-beda. Pada eritrosit tua
membrane selnya memiliki toleransi rendah (mudah pecah) sedangkan membrane
eritrosit muda memiliki toleransi osmotik, osmotic yang lebih besar (tidak
mudah pecah). Pada dasarnya eritrosit sudah mengalami hemolisis sempurna pada
air suling. Hasil hemolisis sempurna eritrosit pada air suling biasa dianggap
larutan standard untuk menentukan tingkat kerapuhan eritrosit
Hemolisis seperti yang dijelaskan diatas disebut hemolisis osmotic, yaitu hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotic isi sel dengan mediumnya (cairan disekitarnya). Hemolisis yang lain adalah hemolisis kimiawi, dimana membrane eritrosit rusak akibat substansi kimia. Zat-zat yang dapat merusak membrane eritrosit (termasuk membrane sel yang lain) antara lain adalah: kloroform, asseton, alcohol, benzene dan eter.
Hemolisis seperti yang dijelaskan diatas disebut hemolisis osmotic, yaitu hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotic isi sel dengan mediumnya (cairan disekitarnya). Hemolisis yang lain adalah hemolisis kimiawi, dimana membrane eritrosit rusak akibat substansi kimia. Zat-zat yang dapat merusak membrane eritrosit (termasuk membrane sel yang lain) antara lain adalah: kloroform, asseton, alcohol, benzene dan eter.
Peristiwa sebaliknya ialah krenasi, yang
dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis
terhadap isi eritrosit. Misalnya, untuk eritrosit hewan homoitherm adalah
larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9% sedangkan untuk eritrosit hewan
poikilotherm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7%.
Apabila eritrosit mengalami hemolisis
maka hemoglobin akan larut dalam mediumnya. Akibat dari terlarutnya hemoglobin
tersebut medium akan berwarna merah. Makin banyak eritrosit yang mengalami
hemolisis, maka makin merah warna mediumnya. Dengan membandingkan warna
mediumnya. Dengan membandingkan warna mediumnya dengan larutan standar
(eritrosit dalam air suling) maka dapat ditentukan tingkat kerapuhan membrane
eritrosit (tingkat toleransi osmotic membran.
Osmosis memainkan peranan yang sangat
penting pada tubuh makhluk hidup, misalnya, pada membran sel darah merah saat
mengalami peristiwa hemolisis dan krenasi. Kerusakan membran eritrosit dapat
disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis atau hipertonis ke
dalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat atau unsur
kimia tertentu, pemanasan atau pendinginan, serta rapuh karena umur eritrosit
dalam sirkulasi darah telah tua. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi
hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis), medium tersebut (plasma
dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat
semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak
kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel
akan pecah.
Lisis merupakan istilah umum untuk
peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat masuknya air ke dalam sel.
Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya
eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar
dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya. Membran eritrosit bersifat
permeabel selektif, yang berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat tertentu,
tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain. Hemolisis ini akan
terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipotonis terhadap
isi sel eritrosit. Namun perlu diketahui bahwa membran eritrosit (termasuk
membran sel yang lain) memiliki toleransi osmotik, artinya sampai batas
konsentrasi medium tertentu sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu
konsentrasi larutan NaCl tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis.
Hal ini menunjukkan bahwa toleransi osmotis membran eritrosit berbeda-beda.
Pada eritrosit tua membran selnya memiliki toleransi rendah (mudah pecah),
sedangkan membran eritrosit muda memiliki toleransi osmotik yang lebih besar
(tidak mudah pecah). Pada dasarnya semua eritrosit sudah mengalami hemolisis
sempurna pada air suling. Hasil hemolisis sempurna eritrosit dalam air suling
biasa dianggap sebagai larutan standar untuk menentukan tingkat kerapuhan
eritrosit.
Hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan
tekanan osmotic isi sel dengan mediumnya (cairan di sekitarnya) disebut
hemolisis osmotik. Hemolisis yang lain adalah hemolisis kimiawi dimana medium
eritrosit rusak akibat subtansi kimia. Zat-zat yang dapat merusak membran
eritrosit (termasuk membran sel yang lain) antara lain kloroform, aseton,
alcohol, benzena, dan eter.
Peristiwa sebaliknya dari hemolisis
adalah krenasi, yaitu peristiwa mengkerutnya membran sel akibat keluarnya air
dari dalam eritrosit. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke
dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit, misalnya untuk eritrosit
hewan homoioterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9 % NaCl,
sedangkan untuk eritrosit hewan poikiloterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat
dari 0,7 %. Pada pengamatan toleransi osmotik eritrosit digunakan larutan NaCl
yang berbeda konsentrasi yaitu 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, 2%, 3% dan
akuades. Pengamatan toleransi osmotik eritrosit dilakukan untuk mengetahui
reaksi eritrosit setelah ditambah larutan NaCl dengan konsentrasi tertentu dan
akuades sehingga dapat diamati adanya eritrosit yang mengalami hemolisis atau
krenasi. Pada konsentrasi NaCl 0,7% eritrosit tidak mengalami hemolisis karena
larutan Nacl yang digunakan bersifat isotonis, sehingga hal itu digunakan
sebagai kontrol terhadap reaksi menggunakan NaCl dengan konsentrasi lain yang
berbeda dan akuades. Apabila eritrosit diberikan NaCl dengan konsentrasi 0,1%,
0,3%, 0,5% eritrosit cenderung mengalami hemolisis, dikarenakan cairan di luar
sel (NaCl 0,1%, 0,3%, 0,5%) berdifusi ke dalam sel akibat adanya perbedaan
potensial air (PA) dimana PA larutan NaCl lebih tinggi dari pada PA sel darah
merah. Jumlah air yang masuk ke dalam eritrosit semakin bertambah sampai
akhirnya melampaui batas kemampuan membran eritrosit dan menyebabkan membran
itu pecah sehingga sitoplasma eritrosit keluar.
4.3. Perbedaan
larutan hipotonis, isotonis & Hipertonis
·
Larutan Hipotonis
Larutan hipotonis memiliki
konsentrasi larutan yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan yang lain.
Bahasa mudahnya, suatu larutan memiliki kadar garam yang lebih rendah dan yang
lainnya lebih banyak. Jika ada larutan hipotonis yang dicampur dengan larutan
yang lainnya maka akan terjadi perpindahan kompartemen larutan dari yang
hipotonis ke larutan yang lainnya sampai mencapai keseimbangan konsentrasi.
Contoh larutan hipotonis adalah setengah normal saline (1/2 NS).
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya
lebih rendah dari serum darah, sehingga menyebabkna air akan melintasi membrane
sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan
pecahnya sel – sel darah merah. Peristiwa demikian disebut Hemolisa
·
Larutan Isotonis
suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan
konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di
antara keduanya, maka larutan dikatakan isotonis (ekuivalen
dengan larutan 0,9% NaCl ). Larutan isotonis mempunyai komposisi yang sama
dengan cairan tubuh, dan mempunyai tekanan osmotik yang sama.
Isotonis
adalah suatu yang larutan yang kita buat konsentrasinya sama besar dengan
cairan dalam tubuh dalam sel darah merah.Harus disamakan agar tidak terjadi
pertukaran.
Isoosmotik : larutan yg memiliki tek.osmosa yang sama dengan tek. Osmosa sel darah.
Alat : osmometer.
·
Metode perhitungan isotonis
Metede
perhitungan isotonis yaitu penurunan titik beku , selalu digunakan -0,52
derajat sebagai penurunan titik beku baik kelenjar lakrimal atau kel.air mata.
W=0,02–a.c/b
a.: penurunantitik beku air yag dihasilkan oleh bahan aktif 1%
b.: Bobot setiap bahan tambahan dlm larutan.
c. : penurunan titik beku yang dihasilkan oleh bahan pengisotonis 1 %
W=0,02–a.c/b
a.: penurunantitik beku air yag dihasilkan oleh bahan aktif 1%
b.: Bobot setiap bahan tambahan dlm larutan.
c. : penurunan titik beku yang dihasilkan oleh bahan pengisotonis 1 %
·
MetodeKatalin
Selain tekanan osmosa yang harus diperhatikan adalah
PH. Selin pH isotonis juga harus isohidris (ph sesuai dngan Ph fisiologis tubuh
yg sekitar 7,4).
Euhidris yaitu diusahakan pendektn ph larutan u suatu
zat scr tehnis kea rah ph fisiologis tubuh dilakukan pada zat yang tdk stabil pd
ph fisiologis tubuh misalnya vit C, alkaloid2 sehingga untuk memperoleh ph
tertentu yg diinginkan maka digunakn bahan dapar yg berfungsi meningkatkn
stabilitas obat, mengurangi rasa nyeri dan iritasi ,kadang-kadang juga dapat
menghambat pertumbuhan.
·
Larutan Hipertonis
Turunn Larutan
hipertonis memiliki konsentrasi larutan yang lebih tinggi dari larutan yang
lainnya. Bahasa mudahnya, suatu larutan mengandung kadar garam yang lebih
tinggi dibandingkan dengan larutan yang lainnya. Jika larutan hipertonis ini
dicampurkan dengan larutan lainnya (atau dipisahkan dengan membran
semipermeabel) maka akan terjadi perpindahan cairan menuju larutan hipertonis
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi larutan. Sebagai contoh, larutan
dekstrosa 5% dalam normal saline memiliki sifat hipertonis karena konsentrasi
larutan tersebut lebih tinggi dibandingkan konsentrasi larutan dalam darah
pasien.
titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi
dari serum darah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi
membran semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel – sel darah merah.
Peristiwa demikian disebut Plasmolisa.
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah : NaCl, Glukosa, Sukrosa, KNO3 dan
NaNO3.
D. FUNGSI DARAH
Fungsi Darah
Pada Tubuh Manusia :
1. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
2. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
3. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
4. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi
5. Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu
6. Menjaga suhu temperatur tubuh
7. Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku
8. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dll.
1. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
2. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
3. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
4. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi
5. Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu
6. Menjaga suhu temperatur tubuh
7. Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku
8. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dll.
9. Hemoglobin
dalam darah berfungsi untuk mengikat oksigen
·
Mekanisme Osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan
atau pergerakan molekul zat pelarut, dari larutan yang konsentrasi zat
pelarutnya tinggi menuju larutan yang konsentrasi zat pelarutya rendah melalui
selaput atau membran selektif permeabel atau semi permeabel. Jika di dalam
suatu bejana yang dipisahkan oleh selaput semipermiabel, jika dalam suatu
bejana yang dipisahkan oleh selaput semipermiabel ditempatkan dua Iarutan
glukosa yang terdiri atas air sebagai pelarut dan glukosa sebagai zat terlarut
dengan konsentrasi yang berbeda dan dipisahkan oleh selaput selektif permeabel,
maka air dari larutan yang berkonsentrasi rendah akan bergerak atau berpindah
menuju larutan glukosa yang konsentrainya tinggi melalui selaput permeabel.
jadi, pergerakan air berlangsung dari larutan yang konsentrasi airnya tinggi
menuju kelarutan yang konsentrasi airnya rendah melalui selaput selektif
permiabel. Larutan vang konsentrasi zat terlarutnya lebih tinggi dibandingkan
dengan larutan di dalam sel dikatakan .sebagai larutan hipertonis. sedangkan
larutan yang konsentrasinya sama dengan larutan di dalam sel disebut larutan
isotonis. Jika larutan yang terdapat di luar sel, konsentrasi zat terlarutnya
lebih rendah daripada di dalam sel dikatakan sebagai larutan hipotonis.
Apakah yang terjadi jika sel
tumbuhan atau hewan, misalnya sel darah merah ditempatkan dalam suatu tabung
yang berisi larutan dengan sifat larutan yang berbeda-beda? Pada larutan
isotonis, sel tumbuhan dan sel darah merah akan tetap normal bentuknya. Pada
larutan hipotonis, sel tumbuhan akan mengembang dari ukuran normalnya dan
mengalami peningkatan tekanan turgor sehingga sel menjadi keras. Berbeda dengan
sel tumbuhan, jika sel hewan/sel darah merah dimasukkan dalam larutan
hipotonis, sel darah merah akan mengembang dan kemudian pecah /lisis, hal irri
karena sei hewan tidak memiliki dinding sel. Pada larutan hipertonis, sel
tumbuhan akan kehilangan tekanan turgor dan mengalami plasmolisis (lepasnya
membran sel dari dinding sel), sedangkan sel hew'an/sel darah merah dalam larutan
hipertonis menyebabkan sel hewan/sel darah merah
mengalami krenasi sehingga sel menjadi keriput karena kehilangan air.
mengalami krenasi sehingga sel menjadi keriput karena kehilangan air.
·
Mekanisme Difusi
Difusi
adalah pergerakan molekul dari tempat dengan konsentrasi tinggi ke tempat
dengan konstrasi rendah (yaitu dengan atau sepanjang gradien konsentrasi).
Difusi terjadi akibat molekul memiliki energi bebas yang membuatnya senantiasa
bergerak. Molekul molekul dalam benda padat bergerak dengan senantiasa lambat
sedangkan pada benda cair molekul bergerak lebih cepat demikian juga ketika
mengabsorbsi benda panas, es akan mencair kemudian menguap.
Difusi
merupakan proses yang berjalan sangat lambat, tetapi merupakan mekanisme
tranfor yang efektif dalam melintasi jarak dalam ukuran mikroskopis. Di dalam
tubuh, gas oksigen dan karbon dioksida bergerak secara difusi. Misalnya pada
paru paru, terdapat konsentrasi oksigen tinggi dalam alveoli (kantong udara)
dan konsentrasi oksigen yang rendah di dalam darah di sekeliling kapiler
pulmonalis. Keadaan sebaliknya terjadi pada karbon dioksida, konsentrasi karbon
dioksida yang rendah dalam udara di dalam alveoli dan konsentrasi karbon
dioksida yang tinggi terdapat dalam darah di kapiler pulmonalis. Gas- gas ini
akan berdifusi dalam arah yang berlawanan, masing masing bergerak dari
konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang rendah. Oksigen berdifusi dari
udara ke dalam darah untuk kemudian disirkulasikan ke seluruh tubuh. Karbon
dioksida berdifusi dari darah ke udara untuk kemudian diekshalasikan.
·
Difusi Terfasiitasi
Kata “fasilitasi”
berarti membantu atau menolong. Pada difusi terfasilitasi molekul bergerak
melintasi membran dari konsentrasi tinggi ke tempat konsentrasi rendah, namun
untuk melakukannya di perlukan bantuan.
Di dalam
tubuh, sel harus mengambil glukosa untuk dipakai memproduksi ATP. Akan tetapi,
glukosa tidak akan berdifusi menembus sebagian besar membran sel dengan
sendirinya, bahkan jika terdapat lebih banyak glukosa. Difusi glukosa
memerlukan bantuan enzim pengangkut, yaitu protein yang merupakan bagian membran
sel.
4.3. Penyakit Pada Darah.
a.
Hemolisis
Hemolisis adalah pecahnya membran
eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma).
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan
larutan hipotonis atau hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan
membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan atau pendinginan, serta
rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah. Apabila medium di sekitar eritrosit
menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut
(plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang
bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran
tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri,
maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium
sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis,
maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma),
akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan
dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit
(plasma).
·
Sickle cell anemia
Sickle cell anemia adalah penyakit keturunan berupa kelainan
hemoglobin penyakit ini termasuk penyakit serius di mana tubuh membentuk sel
darah merah berbentuk sabit. “Sickle-berbentuk” berarti bahwa sel-sel darah
merah yang berbentuk seperti “C.”
Normal sel
darah merah berbentuk cakram dan terlihat seperti donat tanpa lubang di tengah.
Mereka bergerak dengan mudah melalui pembuluh darah Anda. Sel-sel darah merah
mengandung protein hemoglobin. Ini kaya zat besi protein memberikan darah warna
merah dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Pada penyakit
sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut
oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam
sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.
Sel yang
berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa,
ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan
oksigen ke organ tersebut.
Anemia sel
sabit atau sickle cellanemia merupakan kelainan genetik terkait gen resesif.
Sickle Cell
Anemia disebabkan karena adanya mutasi pada rantai β-globin dari hemoglobin,
yang menyebabkan pertukaran asam glutamat (suatu asam amino) dengan asam amino
hidrofobik valin pada posisi 6. Gen yang bertanggung jawab menyebabkan Sickle
Cell Anemia merupakan gen autosom dan dapat ditemukan di kromosom nomor 11.
Penggabungan dari dua subunit α-globin normal dengan dua subunit β-globin mutan
membentuk hemoglobin S (HbS). Pada kondisi kadar oksigen rendah, ketidakhadiran
asam amino polar pada posisi 6 dari rantai β-globin menyebabkan terbentuknya
ikatan non-kovalen di hemoglobin yang menyebabkan perubahan bentuk dari sel
darah merah menjadi bentuk sabit dan menurunkan elastisitasnya.
Normal sel
darah merah berbentuk cakram dan terlihat seperti donat tanpa lubang di tengah.
Mereka bergerak dengan mudah melalui pembuluh darah Anda. Sel-sel darah merah
mengandung protein hemoglobin. Ini kaya zat besi protein memberikan darah warna
merah dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Sickle cell mengandung hemoglobin yang abnormal, yang
menyebabkan sel darah merah memiliki bentuk sabit. Sel berbentuk sabit tidak
bergerak dengan mudah melalui pembuluh darah. Mereka kaku dan lengket dan
cenderung membentuk rumpun dan terjebak dalam pembuluh darah. (Sel lain juga
mungkin memainkan peran dalam proses penggumpalan ini.)
Gumpalan sel
sabit menyumbat aliran darah dalam pembuluh darah yang mengarah ke anggota
badan dan organ. Blocked pembuluh darah dapat menyebabkan rasa sakit, infeksi
serius, dan kerusakan organ
Sel sabit anemia adalah salah satu jenis anemia. Anemia adalah
suatu kondisi di mana darah Anda memiliki lebih rendah dari jumlah normal sel
darah merah. Kondisi ini juga dapat terjadi bila sel-sel darah merah tidak memiliki
cukup hemoglobin.
Sel darah
merah dibuat dalam spons sumsum tulang besar di dalam tubuh. Sumsum tulang
selalu membuat sel-sel darah merah baru untuk menggantikan yang lama. Normal
hidup sel-sel darah merah sekitar 120 hari dalam aliran darah dan kemudian
mati. Mereka membawa oksigen dan mengel
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
V.1. KESIMPULAN
·
Sel darah merah pada manusia ukuranye lebih kecil,
lebih bulat dan tidak memiliki inti sel, konsentrasi lebih pekat dan termasuk
homoiterm.
·
Sel darah pada katak mempunyai bentuk eritrosit yang
lonjong dengan inti di tengahnya, konsentrasi sel darah lebih encer dan
termasuk poikiloterm.
·
Pada ikan ruang jantung terdiri dari 2 ruang yaitu,
satu atrium dan ventrikel.
·
Konsentrasi sel darah yaitu Sel-sel darah akan
membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis dan akan
mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis. Sedangkan dalam larutan
isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan apapun.
V.2.
SARAN
·
Diperlukannya
saran dan prasarana yang lebih memadai guna memaksimalkan hasil yang di peroleh
dari praktikum.
·
Penjelasan
secara bertahap dan mendetail yang harus dilakukan pengajar kepada pelajar.
BAB
VI
DAFTAR
PUSTAKA
Sutarmi H.
Siti. Biologi jilid 2. IPB : Bogor
Dietor, delman H. 1992. Histologi veterinner. UI Press : Jakarta
Dietor, delman H. 1992. Histologi veterinner. UI Press : Jakarta